Jakarta, CNN Indonesia -- Jelang gelaran Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sejumlah emiten seperti saat ini bisa dimanfaatkan pelaku pasar untuk mengamati pergerakan saham emiten yang tahun lalu membagikan dividen dengan jumlah besar.
Besaran pembagian dividen umumnya dilihat berdasarkan rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio (DPR). Semakin besar rasionya, maka semakin besar pula peluang cuan yang diraih pemegang saham. Terlebih, jika emiten meraup kinerja cemerlang pada 2017.
Analis Anugerah Sekuritas Bertoni Rio mengatakan beberapa emiten rutin memberikan dividen tiap tahun dan menetapkan rasio pembayaran dividen cukup tinggi tahun lalu, diantaranya PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), PT Acset Indonusa Tbk (ACST), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).
"Sehubungan dengan musim jadwal RUPST beberapa emiten dengan salah satu agendanya meminta persetujuan pemberian dividen, pengumuman dividen menjadi menarik," tutur Bertoni kepada CNNIndonesia.com, Senin (9/4).
Ada dua jenis keuntungan yang bisa diraih oleh seorang pelaku pasar yang berinvestasi di pasar modal atau saham, yaitu capital gain atau keuntungan modal dan dividen.
Capital gain merupakan selisih nilai pembeli dengan nilai penjualan, sedangkan dividen bisa diartikan sebagai keuntungan yang dibagikan oleh perusahaan kepada pemegang saham.
"Untuk pelaku pasar, memburu dividen ini menjadi menarik dibandingkan mencari capital gain ketika bursa kurang kondusif," terang Bertoni.
Melihat kondisi IHSG yang masih saja tertekan sejak Maret 2018, Bertoni menilai pelaku pasar otomatis tak bisa mengharapkan cuan dari capital gain semata. Makanya, pelaku pasar bisa mengonsumsi beberapa saham emiten yang membagikan dividen secara rutin per tahunnya dengan rasio yang besar.
Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, Jasa Marga membagikan dividen sebesar Rp566,79 miliar pada tahun lalu atau sebesar 30 persen dari perolahan laba bersih sepanjang 2016 yang mencapai Rp1,89 triliun.
Sama seperti Jasa Marga, dua perusahaan pelat merah lainnya, Bukit Asam dan Adhi Karya juga menebar dividen sebesar 30 persen dari laba bersih perusahaan pada 2016. Alhasil, jumlah dividen yang dibagikan Bukit Asam tahun lalu sebesar Rp601,86 miliar dan Adhi Karya sebesar Rp94,03 miliar.
Kemudian, dua anak usaha PT Astra International Tbk (ASII), yaitu Astra Agro Lestari dan Acset Indonusa masing-masing menetapkan rasio pembayaran dividen pada 2017 sebesar 45 persen dan 40 persen dari total laba bersih tahun buku 2016.
Lebih lanjut, Bertoni berpendapat valuasi seluruh saham emiten tersebut murah seiring dengan IHSG yang terus tertekan. Ia memaparkan price earning to ratio (PER) Jasa Marga sebesar 15,08 kali, Bukit Asam sebesar 8,17 kali, Bukit Asam sebesar 8,17 kali, Astra Agro Lestari sebesar 12,86 kali, dan Acset Indonusa sebesar 12,95 kali.
"Sehubungan pasar modal yang kurang kondusif, trennya turun jadi membuat saham undervalue," terang Bertoni.
Sementara itu, Analis Danpac Sekuritas Harry Wijaya menilai pelaku pasar sebaiknya tidak asal membeli saham hanya karena emiten akan menggelar RUPST untuk menentukan pembagian dividen. Menurutnya, hal itu hanya cocok bagi pelaku pasar jangka panjang.
"Kalau untuk investor jangka panjang memang keuntungannya dari dividen, karena mereka kan tidak menjual ketika harga saham turun dan naik. Jadi mereka beli lalu didiamkan saja," papar Harry.
Sikap itu berbeda dengan pelaku pasar jangka pendek yang bisa membeli dan menjual dalam hitungan jam atau harian. Dengan demikian, pelaku pasar jangka pendek tetap harus memperhatikan tren pergerakan masing-masing saham yang akan dibeli.
"Menurut saya tetap harus melihat saham emiten yang sedang berada dalam tren kenaikan," tandas Harry.
MYRX dan TRAM dalam Tren Penguatan
Untuk pekan ini, Harry merekomendasikan dua saham yang berpotensi memberikan keuntungan dalam satu pekan, yaitu PT Hanson International Tbk (MYRX) dan PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM).
"Dua saham itu tidak masuk saham berkapitalisasi besar atau blue chip, tapi masih dalam tren menguat," ujar Harry.
Pada akhir pekan lalu, Jumat (6/4), harga saham Trada Alam Minera melonjak 8,06 persen ke level Rp402 per saham, sedangkan Hanson International terkoreksi tipis 0,67 persen ke level Rp149 per saham.
"(Pekan ini) target harga Hanson International bisa ke level Rp200 per saham dan Trada Alam Minera ke level Rp450 per saham," jelas Harry.
Secara kinerja keuangannya sendiri, Trada Alam Minera berhasil meraih kinerja cukup baik sepanjang tahun lalu. Perusahaan meraup keuntungan sebesar US$294,48 ribu setelah tahun sebelumnya merugi US$19,8 juta.
"Kalau untuk Hanson International belum rilis kinerja keuangan 2017 karena sedang menghitung asetnya, kemungkinan asetnya bertambah karena ada kerja sama dengan grup Ciputra untuk pengembangan propertinya," kata Harry.
Total aset Hanson International pada kuartal III 2017 tercatat sebesar Rp9,81 triliun atau naik 16,64 persen dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2016 sebesar Rp8,41 miliar.
Sementara, pendapatan perusahaan naik 10,75 persen menjadi Rp819,58 miliar dari Rp740,02 miliar. Sayangnya, laba tahun berjalan perusahaan justru anjlok 75,75 persen menjadi Rp36,45 miliar dari Rp150,33 miliar.
No comments:
Post a Comment